top of page

Pengkhianatan Maroko

  • Writer: TN
    TN
  • Feb 12, 2022
  • 3 min read

Ketika Kepentingan Nasional Lebih Penting Daripada Sebuah Tali Persaudaraan

Published on Opini.id on February 4th 2021


Maroko menjadi negara ketiga dari negara Arab yang menandatangani perjanjian dengan Israel. Amerika Serikat menjadi perantara dari pembaharuan hubungan tersebut, melalui twitter, Donald Trump menuliskan “another historic breakthrough… a massive breaktrough for peace in the middle east”. Delegasi gabungan Israel-Amerika mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan pejabat Maroko, termasuk Raja Mohammed VI pada 22 Desember 2020 sebagai bagian dari pengumuman penormalan hubungan Maroko-Israel yang telah dilakukan pada 10 Desember. Delegasi tersebut termasuk Penasihat Keamanan Nasional Israel Meir Ben-Shabat dan Jared Kushner, yang merupakan penasihat senior dan menantu Presiden Amerika Serikat Donald Trump, tiba menggunakan pesawat komersial pertama dari Israel ke Maroko.

Kushner-Ben Shabbat Mengunjungi Maroko pada Desember 2020 (pbs.org)

Pertemuan berlangsung selama sekitar satu jam. Setelah itu, perwakilan dari tiga negara tersebut, yaitu Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita, Jared Kushner, dan Ben-Shabat mengeluarkan deklarasi trilateral, dimana mencakup kewajiban untuk melanjutkan kontak penuh secara resmi antara mitra Israel dan Maroko pada akhir Januari. Keduanya berencana untuk membuka kembali kantor penghubung di masing-masing negara yang sempat ditutup pada akhir tahun 2000, dikarenakan pecahnya intifada kedua. Selain rencana untuk membuka kembali kantor penghubung, Israel dan Maroko menandatangani empat MoU tentang topik yang berbeda untuk memperkuat perjanjian normalisasi. Perjanjian tersebut terkait dengan penerbangan sipil, penelitian sumber daya air, dan keuangan. Yang terakhir, kedua belah pihak membebaskan persyaratan visa bagi pemegang paspor diplomatik dan dinas.

Pertemuan Kushner-Shabbat-Raja Mohammed VI (mfa.gov.il)

Jika dilihat dari hal tersebut, sikap Maroko yang menyetujui bergabung dengan Uni Emirat Arab, Sudan dan Bahrain mengenai pembukaan kembali hubungan Maroko dengan Israel tak lepas dari kepentingan nasional Maroko itu sendiri, dimana sebagai gantinya Amerika Serikat mendukung kedaulatan Maroko di Sahara Barat yang disebut sebagai “provinsi selatan” oleh Maroko. Hal tersebut membuat geram kelompok pro-kemerdekaan yang didukung oleh Aljazair bernama Front Polisario. Wilayah yang diperebutkan oleh Front Polisario dan Maroko ini merupakan daftar dalam wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri oleh PBB, Uni Eropa, Uni Afrika, dan Mahkamah Internasional.

Peta Wilayah Sahara Barat (bbc.com)

Kepentingan nasional Maroko atas wilayah Sahara Barat tidaklah satu-satunya faktor dari setujunya Maroko untuk menormalisasi hubungannya dengan Israel. Kucuran dana investasi dari Amerika Serikat ke Maroko juga menjadi salah satu faktor tersebut, dimana Amerika Serikat dan Maroko telah menandatangani MoU yang berisi bahwa Amerika Serikat akan berinvestasi secara besar-besaran di negara tersebut lebih dari 4 miliar dolar. Persetujuan Maroko ini menjadi pukulan telak bagi Palestina, karena komitmen Maroko sebagai mediator diantara Palestina dan Israel bagaikan bulan di siang hari yang menjadi wacana belaka.

Namun, jika menilik lebih jauh ke belakang pengkhianatan yang dibuat oleh Maroko tidak terjadi sekali ini, kekalahan Pasukan Arab atas Israel selama perang enam hari pada tahun 1967, sebagian disebabkan oleh pengkhianatan Raja Hassan II dari Maroko. Pada tahun 1965, ketika para pemimpin Arab bertemu di Maroko untuk membahas hubungan dengan Israel, Hassan II merekam pembicaraan dan menyampaikanya ke Mossad. Atas dasar rekaman ini dan laporan intelijen lainnya, pasukan Israel melancarkan serangan pendahuluan pada tanggal 5 Juni 1967, dimana serangan tersebut membom lapangan udara Mesir dan hampir melumpuhkan kekuatan Mesir untuk menyerang balik. Tak hanya sampai disitu, kerjasama intelijen Maroko dan Israel terus berlanjut, pada tahun 1976 Perdana Menteri Yitzhak Rabin telah bertemu dengan Hassan II secara rahasia. Maroko juga bertindak sebagai perantara Israel dan Mesir mengenai Perjanjian Camp David, dan ditahun 1993, Rabin berkunjung ke Maroko untuk membahas hubungan diplomatik bagi kedua negara, Maroko membuka kantor penghubung di Tel Aviv pada tahun 1994 yang ditutup pada akhir tahun 2000 ditengah intifada kedua.

Pemilihan kepentingan nasional diatas janji dan pertemanan, memang sudah bukan hal yang baru di dunia perpolitikan, tidak ada teman atau musuh yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan. Sikap Maroko yang dinilai mengkhianati dan tidak tetap ini sebenarnya hanyalah bagian dari sikap realismenya yang mengutamakan kepentingan nasionalnya, dengan mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat, yang notabene sebagai negara adidaya, menjadi sebuah keamanan tersendiri bagi Maroko dalam mengakui kedaulatannya di wilayah Sahara Barat, dan juga mendapatkan dana investasi dari Amerika Serikat yang bernilai besar.


Comments


Thifa Noora.png
About Me

a Bachelor of Arts who loves travelling,writing,eating. I am an Anglophile, Ravenclaw and love Shakespeare.

 

© 2023 by Going Places. Proudly created with Wix.com

bottom of page